Penyakit Yang Lazim Terjadi pada Neonatus


       2.2.1. INFEKSI/SEPSIS
Sepsis adalah istilah bagi infeksi berat. Anak-anak tertentu berisiko besar mengalaminya. Sepsis disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Namun, sepsis berbeda dari penyakit infeksi biasa. Infeksi biasa hanya menyerang daerah yang terkena infeksi. sepsis berarti bakteri penyebab infeksi ditemukan dalam peredaran darah. Ini mengakibatkan infeksi bisa terjadi di seluruh organ tubuh.
Sepsis Neonatorium
Sepsis neonatorium adalah suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Terjadi kurang dari 1% pada bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri ini 5x lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2x lebih sering menyerang bayi laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih, kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit). Penyebabnya ad`lah infeksi bakteri.
Beberapa kasus sepsis pada bayi baru lahir yang disebut dengan sepsis neonatorum dapat disebabkan oleh faktor ibu. Mikroorganisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran, seperti perdarahan, demam atau infeksi pada ibu, ketuban pecah lebih dari 12 jam sebelum persalinan, dan proses persalinan yang lama. Risiko terjadinya sepsis meningkat pada kasus ketuban pecah sebelum waktunya dan perdarahan atau infeksi pada ibu.
Gejala Bayi Sepsis
Gejala yang umum adalah bayi tampak lesu, tidak kuat mengisap ASI, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala lainnya adalah gangguan pernapasan, kejang, jaundice (sakit kuning), muntah, diare, perut kembung, kadang juga ditemukan bercak-bercak merah di kulit.
Akibat
Beragam gejala tersebut tergantung pada sumber infeksi dan penyebarannya. Misal, infeksi pada tali pusat (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa menyebabkan koma, kejang, dan opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena. Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan, dan sendi yang terkena teraba hangat. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah.
Pengobatan
Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan mikroskopis maupun pembiakan bakteri terhadap contoh darah, air kemih maupun cairan dari telinga dan lambung. Sedangkan pengobatannya dengan memberikan antibiotik  (Injeksi Benzil Penisilin di kombinasikan dengan Injeksi Aminoglikosida dan Eritromisin) melalui infus. Pada kasus tertentu, mungkin perlu diberikan antibodi yang dimurnikan atau sel darah putih.

       2.2.2. IKTERUS (penyakit kuning)
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% – 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain.
Selain pada bayi baru lahir ikterus juga dapat terjadi pada bayi dan balita.
  • Ikterus fisiologis 
-Ikterus yang timbul pada hari ke dua dan ke tiga.
-Tidak mempunyai dasar patologis.
-Kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan.
-Tidak mempunyai potensi menjadi kern-icterus.
-Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

  • Ikterus patologis ialah
-Ikterus yang mempunyai dasar patologis.
-Kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia.
            Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern-icterus
            Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut “Kernikterus”. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Gejalanya antara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan ntot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan mental.

Hiperbillirubinemia
Hiperbillirubinemia ialah suatu keadaan dmana kadar hiperbilirubinea mencapai suatu nilai yang mempunyai suatu potensi kern-ikterus apabila tidak ditanggulangi dengan baik. Sebagian besar hiperbillirubinea ini proses erjadinya mempunyai dasar patologik. 
Mengatasi hiperbilirubinemia
  • Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
  • Transfusi tukar darah.
Indikasi transfusi tukar darah
  • Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≥ 20 mg%.
  • Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3 – 1 mg% per jam.
  • Anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gejala gagal jantung.
  • Kadar Hb tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs direk positif.
Penyebab Ikterus
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
  1. Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan pada incompatibilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
  2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.
  3. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.
  4. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver).
Penatalaksanaan
  1. Bawa segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis.
  2. Dokter akan memberikan pengobatan sesuai dengan analisa penyebab yang mungkin. Bila diduga kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-tanda bahaya, dokter akan merujuk ke RS agar bayi mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang memadai.
  3. Di rumah sakit, bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan pemberian albumin, fototerapi (terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus yang lebih berat.
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir:
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama-tama diperhatikan oleh salah seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat tersebut melihat bahwa bayi yang mendapatkan sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penelitian mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampui tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur yang diselidikinya.
Terapi sinar tidak hanya bermanfaat untuk bayi kurang bulan tetapi juga efektif terhadap hiperbilirubinemia oleh sebab lain. Pengobatan cara ini menunjukkan efek samping yang minimal, dan belum pernah dilaporkan efek jangka panjang yang berbahaya.
Pencegahan Ikterus
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia(kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 – jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya.
       2.2.3  KEJANG
Kejang  terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Salah satu penyebab terjadinya kejang demam yaitu tingginya suhu badan anak. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step.
Masalahnya, toleransi masing-masing anak terhadap demam sangatlah bervariasi. Pada anak yang toleransinya rendah, maka demam pada suhu tubuh 38 C pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara pada anak-anak yang toleransinya normal, kejang baru dialami jika suhu badan sudah mencapai 39 C atau lebih.
Ciri – Ciri Kejang
Tentu saja dalam hal ini orang tua harus bisa membaca ciri-ciri seorang anak yang terkena kejang demam. Di antaranya:
* kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan-gerakan kejut yang kuat dan kejang-kejang selama 5 menit . bola mata berbalik ke atas
* gigi terkatup
* muntah
* tak jarang si anak berhenti napas sejenak.
* pada beberapa kasus tidak bisa mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil.
* pada kasus berat, si kecil kerap tak sadarkan diri. Adapun intensitas waktu kejang juga sangat bervariasi, dari beberapa detik sampai puluhan menit.
KEJANG TANPA DEMAM
“Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan bayi atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa disertai demam.”
Kejang yang disertai demam disebut kejang demam (convalsio febrilis). Biasanya disebabkan adanya suatu penyakit dalam tubuh si kecil. Misal, demam tinggi akibat infeksi saluran pernapasan, radang telinga, infeksi saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Sedangkan kejang tanpa demam adalah kejang yang tak disertai demam. Juga banyak terjadi pada anak-anak.
Kondisi kejang umum tampak dari badan yang menjadi kaku dan bola mata berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut step atau kejang toniklonik (kejet-kejet). Kejang tanpa demam bisa dialami semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir.
Umumnya karena ada kelainan bawaan yang mengganggu fungsi otak sehingga dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Bisa juga akibat trauma lahir, adanya infeksi-infeksi pada saat-saat terakhir lahir, proses kelahiran yang susah sehingga sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau menderita kepala besar atau kecil.
Bayi yang lahir dengan berat di atas 4.000 gram bisa juga berisiko mengalami kejang tanpa demam pada saat melalui masa neonatusnya (28 hari sesudah dilahirkan). Ini biasanya disebabkan adanya riwayat ibu menderita diabetes, sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan gula dalam darah). Dengan demikian, tidak demam pun, juga bisa kejang.”
Bayi dengan gangguan hipoglemik akibat kencing manis ini akan rentan terhadap kejang. “Contohnya, telat diberi minum saja, dia langsung kejang.” Uniknya, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang. “Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem sarafnya sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur yang memang belum sempurna.”
Penyebab
“Kejang tanpa demam bisa berasal dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak, atau faktor keturunan,” penjabarannya satu per satu di bawah ini.
* Kelainan neurologis Setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang.
Contoh, akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau kekurangan oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).
* Bukan neurologis Bisa disebabkan gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah akibat sakit yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang disebabkan epilepsi, gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah, keracunan obat/zat kimia, alergi dan cacat bawaan.
* Faktor keturunan Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi mengalami kejang yang sama.
Penatalaksanaan
Penatalaksaan kejang meliputi :
1.  Penanganan saat kejang
* Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/kgBB/dosis IV (Suntikan Intra Vena) (perlahan-lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang belum dapat teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
* Turunkan demam :
Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) diberikan 3-4 kali sehari.
Kompres ; suhu >39º C dengan air hangat, suhu > 38º C dengan air biasa.
* Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
* Penanganan sportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, memberikan keseimbangan air dan elektrolit, pertimbangkan keseimbangan tekanan darah.
2. Pencegahan Kejang
* Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) dan anti piretika  pada saat anak menderita  penyakit yang disertai demam.
* Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam vaproat 15-40 mg/KgBB/dosis PO (per oral / lewat mulut) dibagi dalam 2-3 dosis.

         2.2.4 GANGGUAN PERNAPASAN / respiratory distress syndrome (RDS)
Penyakit saluran pernapasan adalah salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling sering pada anak terutama pada bayi
RDS adalah perkembangan yang immature pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease.
(Suryadi dan Yuliani, 2001)             RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnea (>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. (Stark, 1986)             Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) atau respiratory distress syndrome (RDS), merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea.
Etiologi
penyebab gangguan pernafasan pada bayi baru lahir antara lain:
·         Obstruksi jalan nafas
·         Penyakit parenkim paru-paru
·         Kelainan perkembangan organ
·         Kelainan susunan saraf pusat, asidosis metabolic, asfiksia
Patofisiologi
         Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi dan kehamilan kembar. Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi.  Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.

Manifestasi klinik
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA. (Stark, 1986). Syndrom ini berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi di membran kapiler alveolar. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan, akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru.  Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan manifestasi patologi yang umum.
2.2.5 Tetanus neonatorium
Etiologi
Penyebab penyakit ini ialah Clostridium tetani.  Kuman ini bersifat anaerobic dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropik.
Epidemiologi
Clostridium tetani terdapat di tanah dan traktus digestivus manusia serta hewan. Kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat berkembang baik dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang mempunyai suasana anaerobic.
Pada bayi penyakht ini di tularkan biasanya melalui tali pusat, yaitu karena pemotongan dengan alat yang tidak steril. Selain itu, infeksi dapat juga melalui pemakaian obat,bubuk,atau daun-daunan yang digunakan dalam perawatan tali pusat.
Penyakit ini masih banyak terdapat di Indonesia dan Negara-negara lain yang sedang berkembang. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas. Angka kematian tetanus neonatorum di rumah sakit besar di Indonesia dapat mencapai 80%. Tingginya angka kematian ini sangat bervariasi dan sangat tergantung pada saat pengobatan di mulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada di rumah sakit.


Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak, pada sum-sum tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian di sebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat di sebabkan oleh pengaruh  langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab terakhir ini mungkin sekali merupaka sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia
Gambaran klinik
Masa inkubasi biasanya 3 sampai 10 hari. Gejala permulaan ialah kesulitan minum karena terjadinya trismus. Mulut mencucu seperti ikan (karpermond), sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik. Kemudian dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang umum. Leher menjadi kaku dan dapat terjadi opistotonus. Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalu terdapat kejang otot pernafasan, dapat terjadi sianosis. Suhu dapat meningkat. Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.
Diagnosis
Diagnosis tetanus neonatorum tidak susah. Trismus, kejang umum dan mengakakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus neonatorum. Kejang mengkakunya otot-otot dapat pula di temukan misalnya pada  kernicterus, hipokalsemia, meningitis, trauma, trauma lahir, dan lain-lain. Gejala trismus biasanya hanya tetanus terdapat  pada tetanus.
Pengobatan
Pengobatan terutama untuk memperbaiki keadaan umum, menghilangkan kejang, mengikat toksin yang masih beredar, dan pemberian antibiotika terhadap infeksi.


·      Perawatan
1)      Bayi sebaiknya di rawat oleh perawat yang cakap dan berpengalaman. Sebaiknya disediakan 1 orang perawat untuk seorang bayi. Bayi harus di rawat di tempat yang tenang dengan penerangan dikurangi agar rangsangan bayi bagi timbulnya kejang kurang.
2)      Saluran pernafasan di jaga agar selalu bersih.
3)      Harus bersedia zat asam. Zat asam di berikan kalu terdapat sianosis, atau serangan apnea, dan pada waktu ada kejang.
4)      Pemberian makanan harus hati-hati dengan memakai pipa yang di buat dari polietilen atau karet
5)      Kalau pemberian makanan per os tidak mungkin, maka di beri makanan atau cairan intravena
·         Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan aatu pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai ialah kombinasi Fenobarbital dan Largaktil. Fenobarbital dapat di beriakan mula-mula 30 sampai 60mg parenteral, kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama nominal, mula-mula 7,5mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6x2,5mg setiap harinya. Kombinasi yang lain adalah nominal dan diazepam dan dosis setengah mg/kg berat badan. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rectum.
·         Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (anti tetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari selama 2 hari.
·         Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan pinisilin 200.000 satuan tiap hari dan diteruskan sampai 3 hari sesudah panas turun
Pencegahan
Pencegahan yang paling baik ialah pemotongan dan perawatan tali pusat yang baik, harus digunakan bahan-bahan dan alat-alat yang steril. Pemberian vaksinasi dengan suntikan toksoit pada ibu hamil dalam triwulan terakhir dapat memberi proteksi pada bayi.

       2.2.6  Diarea epidemic
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah.(Aziz,2006).              Diare dapat juga didefenisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari. (Ramaiah,2002).             Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003).

Patogenesis
         Mekanisme dasar yang menyebabkab timbulnya diare ialah :
1.Gangguan osmotik          Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolik ke dalam rongga usus.
2. Gangguan sekresi          Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3.Gangguan motilitisusus           Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.

Patofisiologi
          Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2003).

Gambaran Klinis
          Mula-mula bayi atau balita cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karenna sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare. (Ngastiyah, 2003)

Diagnosis
Diagnosi ditegakknan dengan melakukan pemeriksaan mikrobiologi yaitu biakan feses, darah, dan likuor serebrospinalis. Namun pada tempat – tempat yang endemis bila terdapat gejala klinis seperti gejala klinis seperti diare, panas, dan ikterus terapi yang terarah terhadap salmonelosis dapat dibenarkan.
Pengobatan
Tahap pertama pengobatan ialah memberikan cairan dan elektrolit untuk mengatasi dehidrasi dan asidosis.antibiotika perlu segera diberikan karena kuman ini toksisdan mudah menyebar secara hematogen. Antibiotika perlu segera diberikan karena kuman ini toksis dan mudah menyebar secara hematogen. Antibiotika harus sesuai dengan pemantauan resistensi kuman,pada saat ini obat yang efektif adalah Kloromisetin dengan dosis 50 mg/kg berat-badan, Sefalosporin generasi ketiga misalnya Sefatriaxone dan Amikasin. Ko-trimoksaso, cukup efektif tetapi tidak dapat diberikan pada bayi kurang bulan, neonatus di bawah 2 minggu, dan yang menderita ikterus.
Prognosis
Bila pengobatan terlambat maka angka kematian dapat mencapai 50%, karena kuman ini cepat menyebar menjadi sepsis. Setiap diare pada neonatus yang disertai dengan panas dan ikterus maka Salmoneolosis harus dipikirkan.





1 komentar: